Rabu, 16 Juli 2008

BUNG HATTA dan PASAL 33 UUD 1945

Bonnie Setiawan
Institute for Global Justice (IGJ)

Ringkasan Pembukaan UUD 1945
Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
Segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia harus dilindungi
Kesejahteraan umum harus dimajukan
Kehidupan bangsa harus dicerdaskan
Bangsa Indonesia harus ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

Bab XIV Kesejahteraan Sosial

Pasal 33
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat


Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara

Penjelasan Pasal 33 UUD 45
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
Pasal 33 (Amandemen ke-4 tahun 2002)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang

Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
Pasal 34 (Amandemen ke-4 tahun 2002)
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang

Arti Pasal 33 menurut BPUPKI
Panitia Keuangan dan Perekonomian bentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Mohammad Hatta merumuskan pengertian dikuasai oleh negara sebagai berikut:
(1) Pemerintah harus menjadi pengawas dan pengatur dengan berpedoman keselamatan rakyat; (2) Semakin besarnya perusahaan dan semakin banyaknya jumlah orang yang menggantungkan dasar hidupnya karena semakin besar mestinya persertaan pemerintah;(3) Tanah … haruslah di bawah kekuasaan negara; dan (4) Perusahaan tambang yang besar … dijalankan sebagai usaha negara

Arti Pasal 33 menurut MK
Penafsiran mengenai konsep penguasaan negara di Pasal 33 UUD 1945 juga dapat dilihat dalam Putusan MK mengenai kasus-kasus pengujian undang-undang terkait dengan sumber daya alam. Mahkamah dalam pertimbangan hukum Putusan Perkara UU Migas, UU Ketenagalistrikan, dan UU Sumber Daya Air (UU SDA) menafsirkan mengenai “hak menguasai negara (HMN)” bukan dalam makna negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa negara hanya merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (bestuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan pengawasan (toezichthoundendaad)

Pemikiran Ekonomi Bung Hatta (1)
Pemikiran ekonomi Mohammad Hatta bertolak belakang dengan mazhab neo-klasik. Menurut Sritua Arief, Hatta adalah seorang ekonom strukturalis. Menurut Hatta, Pasar yang liberal dan sistem Kapitalisme telah menciptakan kesengsaraan masyarakat luas, karena sistem ini hanya dinikmati golongan kecil elit, sementara golongan masyarakat banyak diabaikan atau menurut istilah Hatta "ditindasinya".

Hatta menempatkan pentingnya norma sosial masyarakat, institusi negara, dan faktor-faktor non-ekonomi lainnya dalam pembangunan ekonomi.
Hatta dalam bukunya “krisis ekonomi dan kapitalisme” (1934) menekankan gejala krisis dan konjunktur adalah "penyakit" yang dibawa setelah dunia masuk ke era kapitalisme. Negara-negara yang menggantungkan sepenuhnya pada dunia industri, akan rentan terhadap krisis maupun konjunktur. Karena itu Hatta berkesimpulan bahwa sektor- sektor yang sifatnya tidak membutuhkan modal tinggi seperti industri kecil (Hatta mengungkapkan dengan sektor pertukangan) ataupun pertanian haruslah dipertahankan.

Pemikiran Ekonomi Bung Hatta (2)
Bung Hatta menegaskan perlunya kemandirian ekonomi dengan cara segera merestruktur perekonomian Indonesia, merubah Indonesia dari posisi “export economie” di masa jajahan, yang menempatkan Hindia Belanda sebagai onderneming besar dan penyediaan buruh murah dengan cara-cara eksploitatif, menjadi perekonomian yang mengutamakan peningkatan tenaga beli rakyat dan menghidupkan tenaga produktif rakyat berdasar kolektivisme, yang artinya “sama sejahtera”. (“Ekonomi Indonesia di Masa Datang”, Pidato Wakil Presiden RI tanggal 3 Februari 1946)

Bung Hatta memberikan patokan-patokan bagi hutang luar negeri ( Tracee Baru, Universitas Indonesia, 1967), yaitu “bahwa setiap hutang luar negeri harus secara langsung dikaitkan dengan semangat meningkatkan self-help dan self-reliance, di samping bunga harus rendah, untuk menumbuhkan aktivita ekonomi sendiri. Bantuan luar negeri harus mampu membuat kita bergerak sendiri atas kekuatan sendiri, serta bersifat komplementer … jadi bersifat sementara dan pelengkap Tidak pula atas syarat politik sebagai langkah kembalinya neo-kolonialisme dan kolonialisme ekonomi”

Dalam sambutan terakhirnya kepada ISEI (sebelum wafatnya) tahun 1979, Mohammad Hatta menyatakan “…Pada masa akhir-akhir ini negara kita masih berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi praktek perekonomian di bawah pengaruh teknokrat kita sekarang menyimpang dari dasar itu ... Politik liberalisme sering dipakai sebagai pedoman, berbagai barang penting bagi kehidupan rakyat tidak menjadi monopoli Pemerintah, tetapi dimonopoli oleh orang-orang Cina...“.

Sumber:YLBHI Kamis, 26 Juni 2008

Tidak ada komentar: